Kamis, 30 Januari 2014

Sebuah Irama

Untuk pertama kalinya, kau menanyakan padaku tentang lagu itu. Entah, ini sebagai perwujudan janji kita beberapa waktu lalu atau hanya sebuah hal yang biasa. Aku bernyanyi di bait bernomor satu dan kau di bait bernomor dua. Petikan gitar itu mulai terdengar dan aku mulai bernyanyi. Lalu kau melanjutkannya hingga kemudian kita menyanyikannya bersama di bagian reff. Semoga aku bukan yang terlewatkan olehmu atau sebaliknya. Tak sadar, satu lagu telah kita nyanyikan bersama diiringi petikan gitarmu.

Esoknya, kau memintaku untuk kembali menyanyikan sebuah lagu bersamamu. Kali ini tak ada bait kesatu dan kedua. Kita menyanyikannya bersama untuk keseluruhan lirik. Petikan gitar telah kau mainkan sebagai intro dan terlahirlah sebuah nada yang seirama dengan tempo lagu. Kita mainkan lagu itu berdua. Kita memulai dengan nada rendah hingga pada saatnya sebuah feel kita dapatkan dan menanjaklah kita pada nada tinggi. Lepas saat menyanyikannya. Beberapa mata tertuju pada kita dan aku tak peduli. Aku hanya menikmati saat dimana mengucapkan lirik disertai irama dari mulutku, wajah kita yang sesekali bertatap dan mata kita yang bertemu pada satu waktu. 

Sebuah nada yang berirama dari petikan gitarmu tak kupungkiri tlah meruntuhkan pertahanan dinding hati. Tatapan mata yang bertemu telah meluluh lantahkan kesadaran yang kupunya, dan pesonamu mampu merajai hati yang masih butuh penyembuhan dari sebuah luka. Mungkinkah sebuah irama dari petikan gitar itu juga merupakan irama bernadakan cinta untuk kau dan aku?Time will tell.

Our present are :
'Sheila On Seven-Yang Terlewatkan'
'Rumor-Butiran Debu'

And my special present is Little Things by One Direction.
"I'm in love with you and all your little things"

Senin, 27 Januari 2014

First time

Selalu ada yang pertama di hidupmu dan itu selalu masuk ke dalam sejarah kehidupan yang akan kau ingat saat kau tua nanti. Minggu kemarin, 26 Januari 2014 adalah pertama kalinya aku mencoba dan aku bisa. Ini semua berkat paksaan ayahku.


Terima kasih ayah untuk bimbingan serta paksaanmu. Walau harus dengan degup jantung yang kencang, kaki yang takut-takut menginjakkan gas, tangan yang kaku, otak yang tak dapat merespon dengan cepat atas perintahmu karena gugup telah hinggap lebih dulu, dan harus memukul-mukul tanganmu agar mau membantuku membelokan stir untuk pertama kalinya. Namun, kau tetap sabar dan percaya aku mampu. 

Ini juga tidak terlepas dari kata-kata seseorang bahwa kita harus tenang menghadapi sesuatu dan yakin kau mampu melewatinya.

"Tak ada yang lebih baik selain melawan rasa takutmu. Sesungguhnya, rasa takut yang berkepanjanganlah yang takkan menjadikanmu maju. Rasa takut itu harus kamu lawan, nak". -ayah

Dengan segenap hati, aku mencintaimu, ayah...

Kamis, 23 Januari 2014

Percakapan di malam yang dingin

Perkenalkan, kami adalah dua orang sahabat yang telah mengenal sejak 11 tahun lalu. Malam dingin itu menjadi saksi perasaan dua orang sahabat kepada orang yang mereka cintai, sayangi, atau sukai? entah. Perasaan yang tumbuh karena intensitas pertemuan dan kebersamaan yang lama-lama membudaya, terbiasa. Perasaan yang juga tidak terbalas atau.......belum terbalas? Ingat, kisah kami sama dengan subjek yang berbeda.


Kami hanya sedang membicarakan bagaimana tentang perasaan yang mulai tumbuh karena terbiasa namun juga harus segera kami hapuskan. Hanya karena responnya yang tak seirama dengan apa yang kita rasa. Mengapa di saat memulai yang baru harus ada luka (lagi)? 

"Kita tak pernah menang dalam setiap kisah. Benar?" tanyaku.
"Ya, kau benar.Tapi perlu kau ingat pula mungkin ini cara Tuhan sebagai peringatan bahwa mereka tidak baik untuk kita."
"Aku memiliki rasa pada orang yang tepat. Ia tidak punya kekasih. Hal apa lagi yang harus diragukan?Alasannya karena profesionalitas, pertemanan, dan yang parahnya karena alasan tidak ingin menyakiti. Bukankah pada nyatanya kita dan lelaki itu saling melengkapi, tepat untuk dijadikan tempat berbagi, dan yang penting adalah rasa nyaman yang lebih."
"Pemikiran setiap orang itu berbeda. Perasaan itu memang benar datangnya pada dia yang tak berkekasih. Tapi status dia tidak akan menentukan dia jatuh cinta atau bahkan nyaman dengan seseorang yang dia anggap benar."

Sahabatku benar. Nyaman bukan satu alasan untuk mencintai orang yang tepat walau sesungguhnya nyaman adalah awal menuju cinta.

"Tapi bagaimana memudarkan rasa itu jika setiap harinya kita selalu berada dalam lingkup yang sama dengannya? Bukankah rasa nyaman justru semakin mendarah daging?" tanyaku.
"Sekali lagi kau benar, tapi semakin kita bersama, juga akan membuat kita tahu bahwa sebenarnya dia tak pantas untuk kita karena selalu menyakitkan hati. Bukankah cinta itu untuk membahagiakanmu?Itu bisa 
terjadi, bukan?"

Kata-kata itu cukup lembut namun perih sehingga mampu membuatku tersadar tak hanya sisi baik yang kita dapat saat bersamanya, namun juga banyak sisi buruk yang mengatakan bahwa ia bukan untuk kita. Tapi juga aku tidak selalu menyalahkan laki-laki itu. Walau rasaku tulus, mungkin memang aku yang tidak sesempurna masa lalunya, tak seperti yang inginkan seperti wanita kecintaannya saat ini. Mungkin juga aku yang tidak pantas untuknya. Banyak kemungkinan lainnya.

Dan untuk kau, laki-laki yang kuperbincangkan. Aku selalu ingin menjagamu dari kerapuhan yang terjadi. Besama, kita saling menguatkan, bukan? Aku selalu ingin berada di sampingmu karena kamu yang dapat membuatku lebih tenang dan kembali tersenyum. Walau melihatmu bercengkrama dengan wanita itu adalah perih yang tak terhingga. Walau mengetahui kau mencintainya adalah luka.

Luka ini menganga hingga aroma rindu menguar untukmu yang telah hapus laraku tapi juga meninggalkan duka. Mengapa masih rindu ketika luka telah kau ciptakan dengan sengaja? entahlah.


Rabu, 01 Januari 2014

Penghujung Tahun 2013

Tuhan, jika memang hanya selama rentang satu tahun ini waktu yang kau berikan untukku bersamanya, aku terima. Mungkin kini waktuku dengannya telah habis. Terima kasih telah menakdirkan kami bertemu dalam sebuah kisah yang sebelumnya belum kami mulai dengan ikatan apapun. Terima kasih telah memberikan skenario kehidupan yang beragam dan kami menjadi tokohnya. Terima kasih Engkau telah izinkan aku mengecap manisnya hari bersama lelaki itu di bangku SMA walau semua hal manis itu tak pernah benar-benar dari hatinya. Terima kasih telah memberikan aku kesempatan untuk terluka saat berkali-kali melihat lelaki itu bersama wanita yang ia kasihi. Tak apa kau lukai dengan hal itu. Itu tanda untukku mendewasakan diri. Agar hatiku paham bagaimana sakitnya sehingga tak berbuat yang serupa pada orang lain. Terima kasih karena pernah menjadikannya bagian dalam hariku yang selalu kunanti, kupuja, dan sekarang harus kutinggalkan. Jaga dia untuk keluarga dan wanita yang mencintainya. Tetapkan hatinya hanya untuk satu wanita, kumohon. Izinkan aku membuka lembaran hidup yang baru di tahun yang baru ini, tanpanya. Sekali lagi........terima kasih Tuhan. Untukmu, satu pesanku..........aku tak pernah menyesal mengenalmu.
Jika berbagi segala hal adalah tanda aku menjadikanmu orang yang tepat untukku, maka berhenti menulis tentangmu adalah tanda bahwa aku berhenti menjadikanmu orang yang tepat untukku. Semoga ini yang terakhir.

30 Desember 2013, 01:04 WIB.

Kini, lagu 'Glenn Fredly-Sekali Ini Saja' yang menemaniku saat mengetik satu demi satu huruf yang menjadi kalimat untuk alasan tangisku.